GKI Peterongan

Yesus Di Kantong Atau Di Hati ?

Apa yang dicari orang? Apa yang dicari orang?
Apa yang dicari orang pagi, siang, sore malam?
Uang, uang, uang, bukan Tuhan Yesus.
Apa yang dicari Tuhan? Apa yang dicari Tuhan?
Apa yang dicari Tuhan pagi, siang, sore, malam?
Saya, saya, saya orang yang berdosa.

Lagu rohani anak tersebut sederhana, namun cukup menyentil. Banyak orang yang aktif pelayanan, beribadah, dan rajin memberi persembahan. Tapi benarkah yang mereka cari itu Tuhan? Jangan-jangan manusia hanya ingin mencari berkat Tuhan, namun bukan Sang Sumber Berkat, yaitu Tuhan sendiri.

Kisah sepuluh orang kusta dalam Lukas 17:11-19 mengingatkan kita mengenai bersyukur. Tidak disebutkan kesembilan orang lainnya itu orang apa, namun satu orang yang kembali untuk berterimakasih adalah orang Samaria. Orang Samaria yang seringkali dipandang hina dan rendah, namun justru dialah yang tahu berterimakasih. Tuhan Yesus dapat melihat sampai kedalaman hati manusia. Perkataan Tuhan Yesus di ayat 17-18 menunjukkan bahwa seorang Samaria yang kembali ini bukan hanya mengingini kesembuhan dari Tuhan dan setelah itu melupakan Pribadi Tuhan. Orang Samaria ini, ingat akan siapa Pemberi Berkat dan bukan hanya mengingini berkat-Nya saja.

Kita pun perlu bersyukur untuk setiap perkara dalam kehidupan kita. Jangan sampai kita terbiasa dengan anugerah yang Tuhan berikan lalu memandang anugerah itu menjadi hal yang biasa saja. Bukan karena Tuhan haus akan rasa terimakasih dari kita tetapi justru ucapan syukur itu akan menolong pikiran kita untuk terus berfokus pada Pemberi itu sendiri, yaitu Allah, dan bukan hanya pada pemberian-Nya saja. Jikalau kita ingat dan datang kepada Yesus untuk mengucap syukur setiap saat, maka kita akan dibawa kepada suatu pengenalan yang lebih baik terhadap Allah kita. Pengenalan yang benar akan menuntun kita untuk menempatkan Allah pada posisi yang tepat. Kita seharusnya memposisikan Tuhan Yesus sebagai Tuhan yang memerintah, mengatur, dan memelihara hidup kita (Yesus ada di hati kita). Bukannya menjadikan Tuhan Yesus sebagai jimat yang hanya dipakai saat dibutuhkan. Kita pun dimampukan untuk mengasihi dan memuliakan Tuhan dengan setulus hati dalam seluruh hidup kita. (ENTS)

Elisabeth Nathania TS.

Arsip