GKI Peterongan

Pertobatan Yang Proaktif

Apakah terdengar suara? Tidak
yang kudengar hanya bisik keheningan
sunyi bercerita pada sepi
hingga menghilang dalam senyap
Tidak ada lagi suara yang berteriak di padang
tidak terdengar lagi seruan yang memanggil
Air sungai Yordan mengalir deras tanpa hambatan
bahkan gemericiknya diredam sampai diam
Mereka memilih keheningan daripada gemuruh ramai
mulut yang menegur insan dikatupkan
ia yang datang dari gurun diusir pergi
Terlalu bisingkah suara itu
hingga telinga kita memerah mendengarnya?
Atau hati ini yang menebal
pikiran ini yang menggelap
dan mata ini yang berhenti
memandang surga
Ketika suara terhenti, tidak ada yang tersakiti
tetapi tanda kehidupan bukan pada kubur yang sepi
melainkan pada tangisan bayi

Puisi yang saya gubah di atas menunjukkan bahwa seringkali kita senang mendiamkan suara yang berbeda, apalagi jika suara itu menegur dan mengingatkan kita untuk bertobat. Karena pertobatan menuntut kita kesediaan untuk memperbaiki diri, memperbarui hidup. Tidak bisa hanya penyesalan dan niat untuk berubah. Lihat Yohanes Pembaptis yang mengajak bertobat dengan menegur. Lihat Petrus yang mengingatkan perlu ada usaha supaya senantiasa tak bercacat dan bernoda. Lihat juga Yesaya yang mengisyaratkan perubahan cara hidup bagi bangsa Israel yang akan kembali pulang, saat mengatakan, “setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi daratan.”
Maukah kita pasang telinga untuk mendengar tegurannya? Karena menutup telinga terhadap seruan pertobatan artinya kita terus melangkah di jalan kebinasaan bukan jalan kehidupan. (XND)

Pnt. Christnadi Putra Hendarta

-

Arsip