GKI Peterongan

Menghayati Kerendahan Hati Maria, Ibu Yesus

Mikh. 5:2-5, Luk. 1:46-55, Ibr. 10:5-10, Luk. 1:39-55

Hannah Whitall Smith berkata, ‘Aku adalah pribadi yang paling rewel, ia menuntut tempat duduk terbaik dan tempat paling tinggi bagi dirinya sendiri, dan yang merasa paling dilukai jika tuntutannya tidak diperhatikan. Sebagian besar perselisihan di antara para pekerja Kristen muncul dari pemujaan Aku yang raksasa. Betapa sedikitnya di antara kita yang memahami rahasia pengambilan tempat kita yang sebenarnya di ruang-ruang yang paling bawah’.  Sedangkan Andrew Murray menulis, ‘Kerendahan hati di hadapan Allah tidak berarti apa-apa bila tidak terbukti dalam kerendahan hati menghadapi pencobaan sehari-hari di hadapan sesama’.

Maria adalah perempuan yang taat kepada Allah. Ketika Malaikat datang kepadanya memberitahukan bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak dan menamainya Yesus, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu’. Ketika ia mengunjungi Elizabeth yang juga mengandung secara ajaib, ia disanjung dan dipuji sebagai ibu Tuhan. Tetapi ia tak meninggikan dirinya melainkan merendahkan diri dan memuji Allah serta mengakui bahwa apa yang dialaminya semata-mata karena Kemahakuasaan Allah bukan karena ia layak. Maria tak hanya menunjukkan pujian, ketaatan dan kerendahan hatinya saat berhadapan dengan Allah tetapi juga ketika berhadapan dengan manusia.

Luar biasa bahwa kasih kita kepada Allah diukur dengan persekutuan dan kasih yang kita tunjukkan kepada sesama. Kasih kita pada Allah akan dianggap sebagai suatu khayalan belaka, kecuali kebenarannya terbukti ampuh dalam menghadapi pencobaan hidup sehari-hari dengan sesama kita. Mempersembahkan korban bukan itu yang Tuhan kehendaki tetapi mempersembahkan tubuh. Adalah mudah bagi kita berpikir bahwa kita sudah merendahkan diri di hadapan Allah, tetapi kerendahan hati terhadap manusialah satu-satunya bukti akan kerendahan hati kita di hadapan Allah. Kerendahan hati yang sejati bukanlah yang kita tunjukkan di hadapan Allah dalam doa, tetapi kerendahan hati yang ada dalam diri kita dan yang kita lakukan dalam kehidupan kita sehari-hari – PRB

Pieter Randan Bua

Arsip