GKI Peterongan

Membuang Akar Kepahitan

Efesus 4:25-5:2  

Pernahkah saudara mengalami pedihnya difitnah, atau merasakan kekecewaan yang berat karena dikhianati?? Semua orang pasti pernah merasakannya. Menyakiti dan tersakiti merupakan hal yang mungkin terjadi dalam kehidupan kita, baik itu dalam kehidupan berkeluarga, relasi antar sesama, rekan kerja, bahkan rekan sepelayanan. Perkataan kasar, penghinaan, penghakiman, dan perbuatan melecehkan yang ditujukan kepada kita dapat mengakibatkan “luka” yang mendalam. Jika dibiarkan begitu saja, luka tersebut akan bertumbuh menjadi akar kepahitan, yang berakibat buruk bagi diri sendiri, maupun orang lain di sekitar kita.
Salah satu dampak yang paling buruk adalah terganggunya kesehatan rohani kita, sehingga dalam kehidupan kita sulit untuk bersyukur, kehilangan kebahagiaan, enggan melakukan Firman Tuhan, bahkan menjauh dari Tuhan. Beberapa hal tersebut pun berdampak dalam relasi kita dengan sesama. Kita merasa menjadi satu-satunya orang yang terluka di dunia ini, sehingga kita menjadi egois, dan tidak mau memperdulikan orang lain. Kita tidak lagi memiliki kepekaan akan kesulitan yang orang lain rasakan. Memang kita perlu menyadari bahwa setiap kita terbatas dan memiliki kelemahan. Menangislah, jika memang rasa itu menyakitkan, tetapi segera bangkit, dan jangan larut dalam kepahitan tersebut.
Bacaan kedua hari ini mengingatkan kembali bahwa setiap kita harus menanggalkan manusia lama, dan mengenakan manusia baru. Sebagai manusia baru kita seharusnya tidak menyimpan amarah berkepanjangan. Jangan biarkan kemarahan tersebut merenggut kebahagiaan kita, bahkan membuat kita lupa akan berkat dan anugerah yang Tuhan berikan. Dan sebagai manusia baru kita pun harus membuang segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, dan segala kejahatan (ayat 31). Dengan melupakan segala kejahatan tersebut, kita dimampukan untuk berdamai dengan diri sendiri, dan dengan orang lain yang menyakiti kita, dan yang terpenting kita dimampukan untuk meneladani Kristus dalam kehidupan kita, yaitu dengan hidup ramah seorang dengan yang lain, penuh kasih mesra, dan saling mengampuni (ayat 32). (CFU)

Christina Febri Untari

Arsip