GKI Peterongan

Dimuliakan Dalam Kemuliaan Kristus

Dalam Mrk 9 : 1 Yesus berkata bahwa diantara orang yang hadir ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa. Ternyata nubuat tersebut digenapi dalam diri Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Enam hari setelah Yesus mengatakan hal tersebut, Dia mengajak tiga murid-Nya itu naik ke atas gunung yang tinggi. Di sana Petrus, Yakobus, dan Yohanes mendapat kesempatan emas untuk menyaksikan Yesus berubah rupa dan juga pakaian-Nya menjadi sangat putih berkilat-kilat. Dalam peristiwa transfigurasi tersebut muncul dua tokoh besar dalam kehidupan orang Israel, yakni Elia dan Musa. Kehadiran Elia menggenapi apa yang tertulis dalam Mal 4 : 5 yaitu bahwa Elia akan datang sebelum Sang Mesias. Sedangkan kehadiran Musa menegaskan bahwa seluruh janji dan nubuat dalam Taurat Musa berpuncak dalam diri Yesus. Selain kehadiran dua nabi besar tersebut, terdengar pula suara dari langit yang mengatakan, “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia” (Mrk 9 : 7).
Seluruh peristiwa tersebut mengukuhkan apa yang dinyatakan Yesus dalam Mrk 9 : 1. Petrus, Yakobus, dan Yohanes menjadi saksi akan Kerajaan Allah yang datang dengan kuasa. Raja dari Kerajaan Allah tersebut tidak lain adalah Yesus. Peristiwa transfigurasi mau menyatakan bahwa Yesuslah Mesias yang dijanjikan itu. Dialah Raja yang Mahamulia, yang kekuasaan-Nya tiada tandingannya. Namun para murid juga harus mengerti bahwa Mesias yang Mahamulia itu harus menjalani penderitaan dan kematian (Mrk 8 : 31) agar keselamatan yang dijanjikan bagi umat manusia dapat tergenapi. Jika sebelumnya Petrus belum mengerti akan hal ini (Mrk 8 : 32 – 33), namun setelah ia menjadi saksi dalam pemuliaan Yesus dan nanti setelah peristiwa kebangkitan Yesus, Petrus menjadi sangat mengerti dan ia siap menjadi saksi Kristus.
Dalam peristiwa transfigurasi, selain kita melihat bagaimana Yesus sangat dimuliakan, namun kita juga melihat bagaimana Allah memuliakan manusia. Manusia yang seharusnya sudah menjadi musuh Allah karena pemberontakannya (baca: dosanya), namun masih dipandang berharga di mata Allah. Manusia masih diperkenan untuk menerima kasih karunia Allah, sehingga Ia merelakan Anak-Nya yang Tunggal untuk menjalani penderitaan demi menyelamatkan kita semua. Segala kemuliaan Allah dinyatakan bukan hanya untuk memperkenalkan jati diri-Nya, namun juga untuk mengangkat derajat manusia, mengembalikan kemuliaan manusia yang diciptakan-Nya menurut gambar dan rupa Allah. Bersyukurkah kita akan hal ini? (RKG)

Pdt. Ibu Rinta Kurniawati Gunawan

Arsip