GKI Peterongan

Bergumul Bersama Tuhan, Berdamai dengan Diri Sendiri

Air mata Anne bercucuran. Saat ia mengemudikan mobil, terjadi kecelakaan. Sebuah mobil datang dari arah berlawanan, menerebas garis tengah, memaksanya belok ke pinggir hingga menabrak tiang telepon. Pacarnya tewas. Berbulan-bulan rasa bersalah menghantuinya. Didatanginya pendeta dan psikolog untuk mohon bimbingan, namun tiada solusi. Pergi ke tempat-tempat hiburan pun hanya membuatnya lupa sejenak. Saat itulah Bill menemuinya dan bertanya, ‘Sudahkah kamu mengucap syukur atas kejadian itu?’ Anne terkejut, hampir tak percaya. ‘Bagaimana mungkin aku bersyukur atas tragedi itu?’ Bill menjawab, ‘Kalau begitu, kamu tidak sepenuhnya mempercayakan diri kepada Tuhan.’ Anne tidak mengerti, namun akhirnya berdoa:  ‘Tuhan, walau tidak mengerti, aku mau belajar mempercayakan diri; bersyukur kepada-Mu’. Itulah pertama kalinya ia dapat tidur tanpa obat. Tuhan mendamaikan hatinya.
Banyak pergumulan meneror kehidupan manusia. Kadang kita memendamnya,  menyelesaikannya sendiri, atau ‘lari’ menghindar, namun kegelisahan tetap mengejar. Itulah yang Yakub alami. Ia lari dari Esau karena takut dibunuh. Ia lari dari Laban karena tidak tahan diperlakukan curang. Hingga berniat pulang, ketakutan masih menghantui. Maka dicobanya ‘menyogok’ Esau dengan banyak hadiah. Dicobanya bersembunyi di balik rombongan, agar bisa lari jika Esau menyerang. Lantas ia berjumpa dengan ‘seseorang’ yang bergulat dengannya semalam-malaman. Pangkal pahanya dipukul hingga pincang. Tak bisa ia berlari lagi. Disitu Yakub melihat wajah Allah, dan itu menolongnya melihat siapa dirinya. Kini ia tak lagi melarikan diri dari masalah. Ia menghadapinya dengan janji penyertaan Tuhan. Ia diajar memiliki citra diri positif. Namanya diganti dari “Yakub” (penipu) menjadi “Israel” (yang bergumul dengan Tuhan dan menang). Ia tidak takut menghadapi risiko hidup. Lagipula, Esau ternyata tak segarang yang dibayangkan. Yakub berkata, ‘melihat mukamu bagiku serasa melihat wajah Allah’.
Perdamaian Yakub dengan Esau berawal dari pergumulannya dengan Allah. Sesudah memandang  wajah Allah, Yakub bisa berdamai dengan dirinya. Itu mendorongnya berdamai dengan sesama. Ketika orang  bisa “melihat wajah Tuhan,” ia pun bisa memandang diri secara benar. Anda juga bisa ‘kan? – PRB

Pieter Randan Bua

Arsip